Oleh: Ahmad Jojon Novandri (Alumnus covid-19 angkatan 2021)
Setelah dinyatakan positif covid-19 melalui rapid antigen dan SWAB-PCR mandiri, pertama yang memenuhi pikiran adalah nasib istri, anak-anak dan adik-adik utamanya yang berinteraksi langsung karena tinggal serumah. Saya kebetulan punya keluarga cukup besar (istri, 4 anak dan 3 adik) belum lagi yang kontak langsung dan intensif seminggu terakhir (ibu mertua, 3 adik istri dan encing/uncle) yang rumahnya berdekatan.
Sambil tiduran karena kondisi badan mulai demam saya menghitung-hitung andai semua keluarga yang terpapar ini d SWAB-PCR mandiri alangkah besar biayanya 1.200.000 (harga standar tes SWAB Rp.900.000) x 13 orang = 15.600.0000. Mahal sekali. Bisa bikin kantong bolong. Untungnya ada keluarga yang kerja di Puskesmas (tidak jauh dari rumah) memberi tau ada Satgas Covid-19 yang menyediakan fasilitas SWAB/PCR gratis. Belakangan saya baru tau program ini adalah bagian dari jurus pemerintah memutus rantai Covid-19 dengan program 3 T (Testing-Tracing-Treatment).
Testing adalah peningkatan pengujian PCR tes dengan target perhari 30 ribu (berdasarkan standar WHO 1000/1000.000 dari jumalah penduduk). Tracking adalah langkah “jemput bola” yang menelusuri kasus suspek, proboble dan konfirmasi penderita. Sedangkan Treatment menambah fasilitas kesehatan termasuk obat-obatan bagi daerah yang jadi prioritas.
Pengampu tugas ini adalah Satgas penanganan Covid-19. Markas mereka di puskesmas-puskesmas tingkat kelurahan sekaligus menjadi garda terdepan penanggulangan corona virus. Segara saya minta adik untuk mencari tau nomor yang bisa kami hubungi.
Saat nomor satgas sdah di tangan segera saya hubungi dan terjadilah percakapan saya (S) dengan Satgas Covid-19 (SC) via Whatsapp:
S: “Hallo, selamat siang.”
SC: “Selamat siang.”
Langsung saya kirimkan foto hasil SWAB-PCR saya yang positif covid-19.
S: “Saya Ingin menanyakan jadwal SWAB/PCR terdekat? Rencana mau tes keluarga yang berinteraksi langsung dengan saya seminggu terakhir.”
SC: “Untuk jadwal PCR baru ada Minggu depan dan hasilnya 2 Minggu setelahnya.”
S: “Wah lama sekali?”
SC: “Iya, Bapak …”
Saya mulai bingung dengan bebrpa pertanyaan membatin. Kalau dalam waktu tiga minggu baru dapat hasil kira-kira ada gunanya nggak ini tes? semisal ada yang tertular dan mesti ditangani cepat bagaimana? Cuma lagi-lagi kalau cari yang gratis ya ini fasilitasnya. Kalau berbayar-kan nggak mampu.. Akhirnya tetap saja saya tanya, kapan pasti tanggal hari dan jamnya. Benar saja, jadwalnya seminggu setelah kami konfirmasi.
SC: “Ada berapa keluarga yang akan di SWAB?”
S: “13 orang, istri, orang tua, anak-anak, adik-adik dan encing.”
SC: “Apa itu tinggal serumah pak? Kami lagi cek kuota untuk tanggal segitu.”
S: “Ini keluarga yang berinteraksi seminggu terakhir meski semua tidak tinggal serumah, tapi rumah kami berdekatan.”
SC:”Tes SWAB diutamakan yang serumah dan bergejala.”
Jawaban Satgas ini terus terang bikin tambah bingung bercampur pusing pala Barbie.
S: “Gini aja deh, saya minta istri anak dan adik saja yang tinggal serumah didahulukan, yang beda rumah nggak usah dulu.” (tidak mau banyak berdebat dan memperpanjang masalah)
SC: “Baik, Pak.”
Dan benar saja setelah istri, anak-anak dan adik-adik di tes sesuai jadwal yang di tetapkan, sampai hari ini (setelah saya dan istri dinyatakan negatif dengan 4 kali SWAB/PCR dan Rapid Antigen mandiri, dalam waktu lebih dari 2 minggu) itu hasil tes PCR dari Satgas belum kami terima alias belum keluar. Untung anak-anak dan adik-adik tidak ada gejala meski anak pertama kami sempat muntah-muntah (mungkin masuk angin).
Dari pengalaman itu segera timbul pertanyaan menggelitik dalam benak kami, apa sudah efektif jurus pemerintah melalui program 3 T yang jadi andalan Satgas Penangaan Covid-19 ini? Apakah sudah ada evaluasi dari realisasi program ini di lapangan? mengingat dari target yang sudah ditetapkan baru beberapa provinsi di Indonesia yang memenuhi target.
Banten provinsi tempat saya tinggal belum memenuhi target testing 1000/1000.000). Hampir bsa dpastikan kalau target testing Rp.260/minggu terpenuhi mungkin jumlah kasus positif penderita Covid-19 yang ditemukan bisa lebih besar.
Dari pengalaman pribadi itu sebagai alumnus covid-19 kalau baleh kami ingin sedikit berbagi saran:
Pertama, jadwal testing dan kuota yang berpusat di puskesmas-puskesmas kelurahan di perbanyak sehingga masyarakat yang mau tes tidak menunggu terlalu lama.
Kedua, kriteria masyarkat yang dapat diperiksa adalah siapa saja yang berinteraksi 1-2 minggu terakhir dengan penderita positif Covid-19.
Ketiga, hasil tes diupayakan bisa dpercepat minimal 3-4 hari setelah testing(SWAB/PCR). Pemerintah/satgas mesti memikirkan alternatif SWAB-PCR-RAPID yang cepat dan berbiaya murah.
Keempat, rapid antigen berbiaya murah produk dalam negeri mestinya bisa didorong cepat ke pasar dan dapat diakses masyarakat luas (ada yang menawarkan harga 150 ribuan dengan akurasi di atas 90%).
Kelima, rumah sakit rujukan yang melakukan test SWAB/PCR mandiri hendaknya berkoordinasi dengan pihak SATGAS COVID-19 untuk efektivitas program 3 T (Testing,Tracing, and Treatment).
Keenam, obat-obatan yang menjadi rujukan pasien positif Covid-19 disampaikan atau disebarluaskan melalui Satgas atau dokter yang diberi tugas khusus oleh Satgas, bisa melalui call center.